Minggu, 18 November 2012

Peranan Penerapan Good Corporate Governance Dalam Pengembangan Perusahaan Publik



PERANAN PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PENGEMBANGAN PERUSAHAAN PUBLIK

DjohanE-mail: dj_han85@yahoo.co.id


Pendahuluan
Krisis ekonomi yang melanda Asia Timur pada akhir tahun 1997 telah memicu terjadinya diskusi tentang pentingnya sistem tatakelola dalam suatu negara. Iskandar dan Chamlou (2000) menyampai­kan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan asia tenggara dan negara lain bukan hanya akibat faktor ekonomi makro namun juga karena lemahnya Good Corporate Goverance (GCG) yang ada di negara-negara tersebut' seperti lemahnya hukum' standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak minoritas. Hal ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang saham, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itulah berbagai lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund sangat berkepentingan terhadap penegakan corporate governance (CG) di negara-negara penerima dana, karena mereka menganggap bahwa CG meru­pakan bagian penting sistem pasar yang efisien.
 Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB 2000) menyimpulkan bahwa di negara-negara Asia' termasuk Indonesia' kondisi yang sering terjadi adalah (a) tidak berfungsinya mekanisme pengawasan dewan komisaris untuk melindungi kepentingan pemegang saham dan (b) belum dilakukannya pengelolaan perusahaan secara profesional Menurut Crosby, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negara-­negara Asia telah menjalar secara sistemik dan menjadi semacam budaya. Konglo­merasi yang dij alankan oleh kelompok­-kelompok kepentingan yang memiliki link dengan institusi-institusi keuangan yang besar bahkan dengan negara' menutup kemungkinan bagi pengawasan pihak luar. Para konglomerat dengan memanfaatkan koneksi tingkat tinggi mereka dan jaminan pemerintah' dapat mengakses utang dari luar tanpa melalui proses kontrol yang memadai. Sementara para investor' kreditor' para pemegang saham minoritas baik dari dalam maupun luar negeri tidak diberi wewenang untuk memonitor per­usahaan. Hal ini akan menghasilkan over-investment yang menj erat korporasi­korporasi tersebut dan menghancurkan kepercayaan pasar (Swa' 2005). Buruknya peleksanaan corporate governance dapat meningkatkan risiko berinvestasi yang berimplikasi pada ren­dahnya minat investor atau kreditur untuk menyalurkan investasi atau kreditnya.

Landasan-Landasan Teori

Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory.  Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain.  Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham.  Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang professor dari Harvard, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.  Dengan demikian, “managers could not be trusted to do their job – which of course is to maximize shareholder value’ (Tricker, Opcit).
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada.  Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.  Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya. ‘Biaya’ yang harus dibayar tersebut, dalam konteks corporate governance, adalah biaya untuk:
 “…control managerial ‘opportunism’ by having a board chair independent of the CEO and using incentives to bind CEO interests to those of shareholders (Jensen, M.C., and W.H. Meckling (1986), ‘Theory of the firm – managerial behaviour, agency costs and ownership structure, “ Journal of Financial Economics, No. 3, pp. 305-60).

Agency costs ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk ‘bonding expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problem tetap ada karena adanya pemisahan antara kepengurusan dengan kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik. Bagaimana perbandingan kegiatan antara corporate governance dan corporate management memperlihatkan bahwa corporate governance sangat terkait dengan aspek pengawasan dan akuntabilitas, sementara corporate management terkait dengan keputusan-keputusan dan pengendalian eksekutif serta manajemen operasional. Sementara itu, titik temu atau irisan antara keduanya dalam banyak hal terwujud dalam pengambilan keputusan-keputusan strategik perusahaan sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini:


Definisi Good Corporate Governance (GCG)
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu. 
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu  fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness. Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar. Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai  suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1.    Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2.    Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3.    Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;
    Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal)
    Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
    Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.
    Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).

Empat Prinsip Utama Corporate Governance
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.

2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan  operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing-masing perusahaan. 
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain:
    Praktek Audit Internal yang Efektif, serta
    Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).

4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
    Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat  “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
    Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang dijabarkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman pengembagan kerangka kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara. Lima aspek tersebut antara adalah:
1.      Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.
2.      Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya dilanggar. 
3.      Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.
4.      Disklosur dan transparansi: Disklosur atau pengungkapan yang tepat waktu dan akurat mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance perusahaan.
5.      Tanggung jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

Manfaat dan Faktor Penerapan GCG
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003).  Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif.  GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi.  Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini.  Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia.   Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu.  Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan. Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
  1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
  2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
  3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4.    Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global. Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.

Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:

a.    Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b.    Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c.    Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
d.      Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
e.       Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.  Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a.    Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b.    Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c.    Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d.    Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e.    Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.     
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan GCG secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan

Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Untuk Pengembangan Perusahaan Publik
The Organization foe Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 1998 silam telah mengeluarkan seperangkat prinsip-prinsip GCG yang dikembangkan secara umum, hal ini mengingat bahwa prinsip-prinsip GCG ini disusun untuk digunakan sebagai referensi di berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, serta lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman oleh semua negara ataupun perusahaan, tetapi harus diselaraskan dengan sistem hukum, peraturan­peraturan/ undang-undang maupun nilai-nilai yang berlaku di negara masing-masing bilamana diperlukan.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang dikembangkan OECD adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham.
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak
para pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk;
a.     menj amin keamanan metode pendaftaran kepemilikan ;
b.    mengalihkan atau memindahkan saham yang dimilikinya ;
c.     memperoleh informasi yang relevan mengenai perusahaan secara berkala dan teratur ;
d.    dapat ikut berperan dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ;
e.     memilih anggota dewan komisaris dan direksi, dan selanjutnya ;
f.     memperoleh       pembagian       keuntungan perusahaan/ deviden.

2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham
Kerangka corporate governance harus dapat menj amin adanya perlakuan sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk para pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki, kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang praktek-praktek insider trading dan self dealing serta mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).

3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan.
Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders, seperti yang telah ditentukan dalam undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan masyarakat dan kesinambungan usaha.

4. Keterbukaan dan Transparansi.
Kerangka corporate governance harus dapat memberikan jaminan adanya pengungkapan yang tepat waktu akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan prusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi tentang keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Selain itu informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan.


5. Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors).
Kerangka corporate governance harus dapat menj amin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manaj emen yang dilakukan oleh dewan komisaris serta akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan­kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan
komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.(Herwidayatmo, 2000)

Peranan Good Corporate Governance Dalam Pengembangan Perusahaan Publik
Indonesia terperosok dalam krisis ekonomi beberapa tahun silam, maka good corporate governance menjadi bagian untuk pembenahan dan pengembangan pengelolaan perusahaan. Setiap emiten, direksi dan komisaris harus dengan tulus dan ikhlas bersedia setiap gerak dari usaha mereka, telah mencerminkan prinsip­prinsip good corporate governance tersebut. Adapun untuk dapat menilai dunia usaha di Indonesia saat ini adalah ;
1.Ketertutupan diri pengusaha, baik pemilik maupun manager;
2.Tidak mempergunakan kaedah-kaedah usaha dengan baik dalam mengerjakan usaha melainkan lebih menyenangi lobi;
3. Kurangnya kesiapan menjadi enterpreneur yang
mampu membawanya ke dunia usaha murni.
Hal ini membawa enterpreneur jauh dari good corporate governance, sehingga tingkat kepercayaan dan kekuatan yang diterima dari relasi usaha rendah, oleh sebab itu mudah terombang­ambing gelombang perekonomian global, saat situasi usaha bekerja dalam kondisi perekonomian baik memang pengaruh ini tidak tampak namun apabila kondisi perekonomian kurang baik maka kehancuran perusahaan tidak dapat terelakkan lagi. Secara formal good corporate governance hanya ditujukan untuk perusahaan yang mempunyai status perusahaan publik, khususnya emiten yang telah menyerap dana dari masyarakat

dan telah memiliki saham publik yang sifatnya minoritas dan independent dan secara sederhana dapat dilukiskan sebagai bentuk dari pelaksaan tanggung jawab antara perusahaan sebagai badan hukum, direksi dan komisaris sebagai pengurus dengan para pemegang saham. Caranya dengan menjalankan ketentuan Anggaran Dasar (AD) dalam rangkaian kewajiban untuk transparansi, bertanggung j awab, adil dan akuntabel.
Board of Directors harus mampu dan mau  secara tulus dan ikhlas menerapkan good corporate governance maka secara otomatis akan mempunyai kekuatan dan daya tahan terpaan serta ancaman dari faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan.
Good corporate governance telah memiliki nilai-nilai positif untuk menjaga konsistensi serta profesionalisme perusahaan dalam melakukan berbagai macam tindakan guna menuju kearah kinerja yang hebat. Apabila perusahaan tidak mau bekerja dengan menerapkan good corporate governance maka berbagai potensi negatif akan bersarang dan berkembang untuk merusak moral dan etika kerja dari sumber daya manusianya secara total.
Sebagian besar perusahaan yang mengalami oleng atau tidak stabil, disebabkan oleh sikap dan cara pengelolaan yang tidak menerapkan nilai-nilai good corporate governance secara tepat pada waktu-waktu yang krusial. Untuk menjaga agar perusahaan oleng, maka semua kekuatan sumber daya perusahaan secara keseluruhan dan utuh harus mampu menjaga efektivitas, efisiensi dan produktivitas dari asset–liability–equity perusahaan, termasuk cash flow dan profit perusahaan dalam keseimbangan yang tepat dengan cara-cara pengelolaan yang patuh padapenerapan prinsip-prinsip good corporate governance.
Ketika perusahaan mengalami kegagalan dalam bekerja dengan menerapkan good corporate governance, maka sistem pengendalian perusahaan sulit mengukur semua resiko secara baik, sistem keuangan perusahaan akan menjadi tidak konsisten, para pelanggan beserta stakeholders lainnya akan merasa bosan dengan etika dan moral pelayanan yang kurang baik dan tidak menyenangkan, serta ada beberapa hal lain yang dapat menyebabkan perusahaan berada dalam genggaman potensi negatif, dan semua itu akan menggerogoti daya saing, cash flow, sumber daya manusia, produksi serta jasa perusahaan, sehingga perusahaan akan sulit untuk bernafas dengan baik yang artinya perusahaan sudah tidak dapat berjalan dengan baik atau diambang kehancuran.
Peranan penerapan good corporate governance sangat penting untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam kompetisi pasar global yang sudah ketat sekali. Dengan melalui penerapan good corporate governance perusahaan akan mempunyai kemampuan dan kekuatan dalam menciptakan pertumbuhan maupun perkembangan bisnis sesuai target yang telah direncanakan.
Penerapan good corporate governance yang berintikan pada budaya korporasi adalah merupakan sikap profesionalisme yang beretika dan bermoral tinggi, sehingga semua kekuatan manusia korporasi tidak lagi melakukan politik praktis di dalam perusahaan, melainkan bersatu padu untuk meningkatkan kualitas perusahaan menjadi kuat, kokoh dan lebih sehat serta dapat mengembangkan perusahaan.
Peranan good corporate governance selain dapat membuat perusahaan menjadi kuat dan
kokoh dari terpaan segala macam badai krisis multidemensi, yang secara pasti tidak akan menggerogoti semua potensi hebat dari perusahaan, good corporate governance juga selalu menjaga dan dapat mengendalikan semua kewajiban­kewajibannya kepada para pemegang saham maupun stakeholders lainya seperti gaji karyawan, biaya-biaya opersional rutin, biaya bunga pinjaman, baik biaya- biaya tetap maupun biaya- biaya tidak tetap lainnya, dengan melalui sistem dan kultur atau budaya korporasi yang terkait dengan etika dan moral serta nilai-nilai penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dengan tepat, bersih dan sehat.
Adapun yang menjadi rahasia keberhasilan dari implementasi good corporate governance adalah terletak pada kepemimpinan yang kuat, tangguh dan mempunyai daya tahan untuk bekerja dalam organisasai perusahaan yang serba berwarna-warni, sebab akar good corporate culture juga terletak pada sikap dan perilaku pimpinan perusahaan. Kepemimpinan yang sanggup memberikan motivasi dan meyakinkan pada setiap sumber daya manusia perusahaan, untuk tetap mempunyai semangat tinggi dalam kerja sama serta saling menghargai dan menjaga rasa hormat diantara mereka dengan kesabaran tinggi dan kerja keras tiada henti. Kepemimpinan yang dapat memberikan contoh-contoh positif dalam proses implementasi good corporate governance adalah merupakan pemimpin yang secara sepenuh hati mengabdikan pada keselamatan serta kelangsungan hidup perusahaan, dan mereka adalah sebagai pemimpin yang tidak egois dengan kepentingan pribadinya sendiri tetapi selalu bekerja demi kepentingan visi serta misi perusahaan.

Penutup
Perusahaan publik yang dikelola melalui penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik maka akan langgeng dan dapat bertahan hidup lebih lama, sehingga kepentingan jangka panjang dari shareholders dan stakeholder dijamin terpenuhi. Sedangkan pembangunan yang diharapkan adalah yang bersifat berkesinambungan dan berkembang secara mantap dalam kurun waktu jangka panjang dan hal ini dapat dipenuhi dengan melalui investasi yang berkelanjutan dalam jangka panjang, baik investasi secara langsung berupa penanaman modal pada perusahaan maupun melalui pasar modal, adapun hal ini sangat membutuhkan kepercayaan pasar, oleh sebab itu good corporate governance dapat menumbuhkan kepercayaan pasar secara mantap.
Dalam masa pasca krisis ekonomi sekarang ini, Indonesia berada dalam tahap yang memprihatinkan sekali yaitu dalam menghadapi permasalahan pemulihan perekonomian serta ancaman kelangsungan hidup perusahaan­perusahaan publik dan kita belum pernah mengalami krisis yang sedemikian parah sebelumnya sehingga tidak bisa memberikan pilihan terlalu banyak bagi pelaku bisnis untuk membiarkan keadaan ini terus berlarut-larut.
Untuk segera bangkit dari keterpurukan ekonomi sekaligus mempertahankan kelang-sungan hidupnya, para pelaku bisnis harus bisa mengubah cara mereka dalam menjalankan serta mengelola bisnis mereka dengan lebih baik dan ditambah lagi dengan adanya era globalisasi dimana pasar akan semakin kompetitif, oleh sebab itu perlu perubahan yang sangat mendasar dengan menerapkan good corparate governance dan mutlak untuk dilakukan.


Pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang sehat akan menjaga kredibilitas perusahaan di hadapan para shareholders dan stakeholdersnya. Sedangkan ketika perusahaan mampu secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka secara mantap perusahaan itu akan menjadi kekuatan yang mampu berkembang di bidang bisnisnya. Good corporate governance mengandung elemen yang meliputi struktur dan proses yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta kegiatan perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Struktur good corporate governance telah disediakan dan dikeluarkan dalam berbagai bentuk ketentuan seperti peraturan Bapepam, peraturan bursa, ataupun Code of Good Corporate Governance, tetapi yang harus menjadi perhatian oleh semua pihak yang terkait adalah aspek prosesnya, karena sebaik apapun struktur good corporate governance, apabila tidak disertai dengan implementasi yang efektif dan konkrit, maka segala upaya tersebut akan menjadi sia-sia.

3 komentar:

Paket umroh murah mengatakan...

Penjelasan tentang GCG nya sangat terperinci mas... salut.

salam sukses dan sehat




--------
Paket Umroh dan Haji Khusus

Paket umroh murah mengatakan...

Artikel tentang GCG nya sangat teperinci mas... Terima kasih


salam sehat dan sukses



________________________
Paket Umroh dan Haji Khusus

Paket umroh murah mengatakan...

Penjelasan tentang GCG nya sangat terperinci mas... salut.

salam sukses dan sehat




--------
Paket Umroh dan Haji Khusus