PERANAN PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM
PENGEMBANGAN PERUSAHAAN PUBLIK
DjohanE-mail: dj_han85@yahoo.co.id
Pendahuluan
Krisis ekonomi yang melanda
Asia Timur pada
akhir tahun 1997 telah memicu terjadinya diskusi tentang pentingnya sistem tatakelola dalam suatu
negara. Iskandar
dan Chamlou (2000) menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan asia tenggara dan
negara lain bukan
hanya akibat faktor ekonomi makro namun
juga karena lemahnya Good Corporate Goverance (GCG)
yang ada di negara-negara tersebut' seperti lemahnya hukum'
standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan
(auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih under-regulated,
lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak
minoritas. Hal ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang saham, namun juga
bagi masyarakat yang lebih luas yang
berupa pertumbuhan ekonomi nasional. Karena
itulah berbagai lembaga-lembaga ekonomi
dan keuangan dunia seperti World Bank
dan International Monetary Fund sangat berkepentingan terhadap penegakan corporate
governance (CG) di negara-negara penerima dana, karena mereka menganggap
bahwa CG merupakan bagian penting
sistem pasar yang efisien.
Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB 2000) menyimpulkan bahwa di negara-negara Asia'
termasuk Indonesia' kondisi yang sering terjadi adalah (a) tidak berfungsinya mekanisme pengawasan dewan komisaris untuk melindungi kepentingan pemegang saham
dan (b) belum dilakukannya pengelolaan
perusahaan secara profesional Menurut
Crosby, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negara-negara Asia telah menjalar secara sistemik dan menjadi semacam budaya. Konglomerasi yang dij alankan oleh kelompok-kelompok kepentingan yang memiliki link dengan institusi-institusi keuangan yang besar bahkan dengan negara' menutup kemungkinan bagi pengawasan pihak luar. Para konglomerat dengan memanfaatkan koneksi tingkat tinggi mereka dan jaminan pemerintah' dapat mengakses utang dari luar
tanpa melalui proses kontrol yang memadai. Sementara para investor' kreditor' para pemegang saham minoritas
baik dari dalam maupun luar negeri
tidak diberi wewenang untuk memonitor
perusahaan. Hal ini akan menghasilkan
over-investment yang menj erat korporasikorporasi tersebut dan menghancurkan kepercayaan pasar (Swa'
2005). Buruknya peleksanaan corporate governance
dapat meningkatkan risiko berinvestasi
yang berimplikasi pada rendahnya
minat investor atau kreditur untuk menyalurkan
investasi atau kreditnya.
Landasan-Landasan
Teori
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory. Stewardship
theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa
manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung
jawab
memiliki, integritas, dan kejujuran
terhadap pihak lain. Inilah yang
tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders
pada khususnya. Sementara itu, agency
theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang professor dari
Harvard, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai ‘agents’ bagi para
pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya
sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak
dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya. Dengan demikian, “managers could not be
trusted to do their job – which of course is to maximize shareholder value’
(Tricker, Opcit).
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih
luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan
bertumpu pada agency theory di mana
pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa
pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Upaya ini
menimbulkan apa yang disebut sebagai agency
costs, yang menurut teori ini
harus dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang
timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya. ‘Biaya’ yang harus
dibayar tersebut, dalam konteks corporate
governance, adalah biaya untuk:
“…control
managerial ‘opportunism’ by having a board chair independent of the CEO and
using incentives to bind CEO interests to those of shareholders (Jensen, M.C.,
and W.H. Meckling (1986), ‘Theory of the firm – managerial behaviour, agency
costs and ownership structure, “ Journal of Financial Economics, No. 3, pp.
305-60).
Agency
costs ini mencakup biaya untuk
pengawasan oleh pemegang saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk
menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan
pengendalian internal; serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai
kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk ‘bonding
expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan
berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan
pemegang saham. Meskipun demikian, potensi untuk munculnya agency problem tetap ada karena adanya pemisahan antara
kepengurusan dengan kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-perusahaan publik. Bagaimana perbandingan kegiatan antara corporate governance dan corporate management memperlihatkan bahwa corporate governance sangat terkait dengan aspek pengawasan dan
akuntabilitas, sementara corporate
management terkait dengan keputusan-keputusan dan pengendalian eksekutif
serta manajemen operasional. Sementara itu, titik temu atau irisan antara
keduanya dalam banyak hal terwujud dalam pengambilan keputusan-keputusan strategik perusahaan sebagaimana terlihat pada
gambar berikut ini:
Definisi Good
Corporate Governance (GCG)
Sebagai
sebuah konsep, GCG ternyata tak
memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui
apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi
tersendiri tentang GCG. Menurut
Komite Cadburry, GCG adalah
prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders
pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur,
manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG,
papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),
proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen
perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders,
bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan
yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi
manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun
pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima
informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan
pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok
negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG
sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya.
Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan,
dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi
shareholders lainnya. Karena itu
fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari
perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility,
accountability, dan tentu saja fairness. Sementara itu, ADB
(Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG
mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency,
Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari
Finance Committee on Corporate Governance Malaysia.
Menurut lembaga tersebut GCG
merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan
sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan
pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah
menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai
kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definisi GCG
di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap
diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata
pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar
janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya
secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG
diartikan
tata kelola perusahaan, meskipun
masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari
istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar. Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah
kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku. Dari definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan
harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder
lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan
kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua
peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan
tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia
bisnis, yakni;
Adanya keseimbangan hubungan antara
organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut
(keseimbangan internal)
Adanya pemenuhan tanggung jawab
perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder.
Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan
antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di
antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan,
serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders
lainnya.
Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar
pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta
dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan
mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh
perusahaan dalam pertumbuhannya.
Adanya perlakuan yang sama terhadap
para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing
melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang
penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider
information for insider trading).
Empat Prinsip Utama
Corporate Governance
1. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai
perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya
kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk
melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari
berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider
trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),
dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang
dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan,
berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi)
dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham
pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada
perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti
ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa
dipetik. Apa saja manfaat itu?
Fairness diharapkan membuat
seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati),
sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair
(jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan
terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek
kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang
adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar
bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara
baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya
perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian.
Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di
antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan
lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad
baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat
terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
2. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan
relevan mengenai perusahaan. Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah
menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam
menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia
terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan
kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?
Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi
material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya
harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan
risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini
sangat normatif maka perlu ada penjelasan
operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya
tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material
secara spesifik bagi masing-masing perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan
informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula
dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material
dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu.
Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan
secara mudah pada saat diperlukan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah
satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam
melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi
kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten,
dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar.
Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan
dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest)
berbagai pihak dalam manajemen.
3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif. Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan
Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru
sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya
dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ
perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam
mengelola perusahaan.
Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana
yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip
ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris.
Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara
lain:
Praktek Audit Internal yang Efektif, serta
Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang
dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan Statement of Corporate
Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)
Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada
kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang
saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka
perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan
peran).
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang
berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan
hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang
sehat. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk
mendapat sertifikat “HALAL”. Ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini,
dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya
itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah,
perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan
Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin
loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan
mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi
pemegang saham.
Kebijakan perusahaan mengelola limbah
sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban
kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup
layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi
Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan
kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat
sekitar lingkungan.
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam
kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar
kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal
itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran
pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada
segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang
dijabarkan oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman pengembagan kerangka
kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara. Lima aspek tersebut antara
adalah:
1. Hak-hak pemegang
saham dan fungsi kepemilikan:
Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.
2. Perlakuan
setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang
saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham harus diberikan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya
dilanggar.
3. Peran
stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan (stakeholders)
harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif
antara perusahaan dan para stakeholders
harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan
keberlanjutan perusahaan.
4. Disklosur
dan transparansi: Disklosur atau
pengungkapan yang tepat waktu dan akurat mengenai segala aspek material
perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance perusahaan.
5. Tanggung
jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus
berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta
akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris terhadap perusahaan dan
pemegang saham.
Manfaat dan Faktor
Penerapan GCG
Esensi corporate governance adalah peningkatan
kinerja perusahaan melalui sepervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan
adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan
lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih,
2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas,
antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG
memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif
sehingga tercipta mekanisme checks and
balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam
pengambilan keputusan investasi.
Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan
karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan
terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’
di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan
atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita
ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG
secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung
pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik
terhadap perusahaan. Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:
- Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.
- Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
- Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder
(para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap
keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena
umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal
dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan.
Manfaat GCG ini bukan hanya
untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung
tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG
juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang
peranan, faktor eksternal dan internal.
Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga
mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG
dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula
melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good
Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat
menjadi standard pelaksanaan GCG
yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark
(acuan).
d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang
mendukung penerapan GCG di
masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi
aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai
prasyarat keberhasilan implementasi GCG
terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di
lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan
lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam
implementasi GCG.
Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa
faktor dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate
culture) yang mendukung penerapan GCG
dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang
dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan
juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang
efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin
akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik
untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan
sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling
strategis dalam mendukung penerapan GCG
secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas, dan
integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan
Penerapan
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Untuk Pengembangan Perusahaan Publik
The Organization
foe Economic Cooperation and Development (OECD) pada
tahun 1998 silam telah mengeluarkan seperangkat prinsip-prinsip GCG yang dikembangkan secara umum, hal ini mengingat bahwa prinsip-prinsip GCG ini disusun untuk digunakan sebagai referensi
di berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, serta lingkungan yang berbeda. Dengan
demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman oleh
semua negara ataupun perusahaan, tetapi harus
diselaraskan dengan sistem hukum, peraturanperaturan/ undang-undang
maupun nilai-nilai yang berlaku di negara
masing-masing bilamana diperlukan.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang
dikembangkan OECD adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan terhadap
hak-hak pemegang saham.
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus
mampu melindungi hak-hak
para pemegang saham. Hak-hak tersebut meliputi hak-hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk;
a. menj amin keamanan metode pendaftaran kepemilikan ;
b.
mengalihkan atau
memindahkan saham yang dimilikinya ;
c.
memperoleh informasi yang relevan mengenai perusahaan secara berkala dan teratur ;
d.
dapat ikut berperan dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ;
e. memilih anggota dewan komisaris dan direksi, dan selanjutnya ;
f.
memperoleh pembagian keuntungan
perusahaan/ deviden.
2. Persamaan perlakuan terhadap
seluruh pemegang saham
Kerangka corporate governance harus dapat menj amin adanya perlakuan sama terhadap seluruh pemegang saham, termasuk para pemegang
saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham harus memiliki, kesempatan
untuk mendapatkan penggantian atau perbaikan atas
pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga mensyaratkan adanya
perlakuan yang sama atas saham-saham yang berada dalam satu kelas, melarang
praktek-praktek insider trading dan self dealing serta
mengharuskan anggota dewan komisaris untuk melakukan keterbukaan jika menemukan
transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of
interest).
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan
perusahaan.
Kerangka corporate governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders, seperti yang telah ditentukan dalam
undang-undang, dan mendorong kerjasama yang aktif antara perusahaan
dengan para stakeholders tersebut dalam rangka menciptakan lapangan
kerja, kesejahteraan masyarakat dan kesinambungan usaha.
4. Keterbukaan dan Transparansi.
Kerangka corporate governance harus dapat memberikan jaminan adanya pengungkapan yang tepat waktu akurat untuk setiap permasalahan
yang berkaitan dengan prusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi tentang keadaan keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Selain
itu informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai
dengan standar yang berkualitas tinggi.
Manajemen juga diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang
bersifat independen atas laporan keuangan perusahaan.
5.
Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board
of Directors).
Kerangka corporate governance harus dapat menj amin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manaj emen yang dilakukan oleh dewan komisaris
serta akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan para
pemegang saham. Prinsip ini juga memuat
kewenangankewenangan yang harus dimiliki oleh dewan
komisaris
beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya
kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.(Herwidayatmo,
2000)
Peranan Good Corporate Governance Dalam
Pengembangan Perusahaan Publik
Indonesia terperosok dalam krisis ekonomi beberapa tahun silam, maka good corporate
governance menjadi bagian untuk pembenahan dan pengembangan pengelolaan
perusahaan. Setiap emiten, direksi dan komisaris harus dengan tulus dan ikhlas
bersedia setiap gerak dari usaha mereka, telah mencerminkan prinsipprinsip good corporate governance tersebut. Adapun untuk dapat menilai dunia usaha di Indonesia
saat ini adalah ;
1.Ketertutupan diri pengusaha, baik pemilik maupun manager;
2.Tidak
mempergunakan kaedah-kaedah usaha dengan
baik dalam mengerjakan usaha melainkan lebih menyenangi lobi;
3.
Kurangnya kesiapan menjadi enterpreneur yang
mampu membawanya ke dunia usaha murni.
Hal ini membawa enterpreneur
jauh dari good corporate governance, sehingga tingkat kepercayaan
dan kekuatan yang diterima dari relasi usaha rendah, oleh sebab itu mudah
terombangambing gelombang perekonomian
global, saat situasi usaha bekerja dalam kondisi perekonomian baik
memang pengaruh ini tidak tampak namun apabila kondisi perekonomian kurang baik
maka kehancuran perusahaan tidak dapat terelakkan lagi. Secara formal good
corporate governance hanya ditujukan
untuk perusahaan yang mempunyai status perusahaan publik, khususnya
emiten yang telah menyerap dana dari masyarakat
dan
telah memiliki saham publik yang sifatnya minoritas dan independent dan
secara sederhana dapat dilukiskan sebagai bentuk dari pelaksaan tanggung jawab
antara perusahaan sebagai badan hukum, direksi dan komisaris sebagai pengurus
dengan para pemegang saham. Caranya dengan menjalankan
ketentuan Anggaran Dasar (AD) dalam rangkaian kewajiban untuk
transparansi, bertanggung j awab, adil dan akuntabel.
Board of Directors harus mampu dan mau secara
tulus dan ikhlas menerapkan good corporate governance maka
secara otomatis akan mempunyai kekuatan dan daya tahan terpaan serta ancaman
dari faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan.
Good corporate
governance telah memiliki
nilai-nilai positif untuk menjaga konsistensi serta profesionalisme perusahaan
dalam melakukan berbagai macam tindakan guna
menuju kearah kinerja yang hebat. Apabila perusahaan tidak mau bekerja
dengan menerapkan good corporate governance maka berbagai potensi
negatif akan bersarang dan berkembang untuk
merusak moral dan etika kerja dari
sumber daya manusianya secara total.
Sebagian besar perusahaan yang mengalami oleng
atau tidak stabil, disebabkan oleh sikap dan cara pengelolaan yang tidak
menerapkan nilai-nilai good corporate governance secara tepat pada waktu-waktu yang krusial. Untuk menjaga agar perusahaan oleng, maka semua kekuatan sumber
daya perusahaan secara keseluruhan dan utuh
harus mampu menjaga efektivitas, efisiensi dan produktivitas dari asset–liability–equity
perusahaan, termasuk cash flow dan
profit perusahaan dalam
keseimbangan yang tepat dengan cara-cara pengelolaan yang patuh padapenerapan prinsip-prinsip good corporate governance.
Ketika
perusahaan mengalami kegagalan dalam bekerja dengan menerapkan good
corporate governance, maka sistem pengendalian perusahaan sulit mengukur
semua resiko secara baik, sistem keuangan
perusahaan akan menjadi tidak konsisten, para pelanggan beserta stakeholders
lainnya akan merasa bosan dengan etika
dan moral pelayanan yang kurang baik
dan tidak menyenangkan, serta ada beberapa hal lain yang dapat
menyebabkan perusahaan berada dalam
genggaman potensi negatif, dan semua
itu akan menggerogoti daya saing, cash flow, sumber daya manusia,
produksi serta jasa perusahaan, sehingga
perusahaan akan sulit untuk bernafas dengan baik yang artinya perusahaan
sudah tidak dapat berjalan dengan baik atau diambang kehancuran.
Peranan penerapan good corporate governance sangat penting untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam kompetisi
pasar global yang sudah ketat sekali. Dengan
melalui penerapan good corporate governance perusahaan akan mempunyai
kemampuan dan kekuatan dalam menciptakan pertumbuhan maupun perkembangan bisnis
sesuai target yang telah direncanakan.
Penerapan good corporate governance yang berintikan pada budaya korporasi adalah merupakan sikap profesionalisme yang beretika dan
bermoral tinggi, sehingga semua kekuatan manusia
korporasi tidak lagi melakukan politik praktis
di dalam perusahaan, melainkan bersatu padu untuk meningkatkan kualitas
perusahaan menjadi kuat, kokoh dan lebih sehat serta dapat mengembangkan
perusahaan.
Peranan good
corporate governance selain dapat membuat perusahaan menjadi kuat dan
kokoh
dari terpaan segala macam badai krisis multidemensi, yang secara pasti tidak
akan menggerogoti semua potensi hebat dari
perusahaan, good corporate
governance juga selalu menjaga dan
dapat mengendalikan semua kewajibankewajibannya
kepada para pemegang saham maupun stakeholders lainya seperti
gaji karyawan, biaya-biaya opersional
rutin, biaya bunga pinjaman, baik biaya- biaya tetap maupun biaya- biaya tidak tetap lainnya, dengan melalui sistem dan kultur atau budaya korporasi yang terkait dengan
etika dan moral serta nilai-nilai penerapan prinsip-prinsip good corporate
governance dengan tepat, bersih dan sehat.
Adapun yang menjadi rahasia keberhasilan dari implementasi good corporate governance adalah
terletak pada kepemimpinan yang kuat, tangguh dan mempunyai daya tahan untuk
bekerja dalam organisasai perusahaan yang serba berwarna-warni, sebab akar good corporate culture juga
terletak pada sikap dan perilaku pimpinan perusahaan. Kepemimpinan yang sanggup
memberikan motivasi dan meyakinkan pada setiap sumber daya manusia perusahaan, untuk tetap mempunyai semangat
tinggi dalam kerja sama serta saling menghargai
dan menjaga rasa hormat diantara mereka
dengan kesabaran tinggi dan kerja keras tiada henti. Kepemimpinan yang dapat memberikan contoh-contoh
positif dalam proses implementasi good corporate governance adalah
merupakan pemimpin yang secara sepenuh hati mengabdikan pada keselamatan serta kelangsungan hidup perusahaan, dan mereka
adalah sebagai pemimpin yang tidak egois dengan kepentingan pribadinya sendiri
tetapi selalu bekerja demi kepentingan visi serta misi perusahaan.
Penutup
Perusahaan publik yang dikelola melalui penerapan prinsip-prinsip good corporate governance
dengan baik maka akan langgeng dan dapat
bertahan hidup lebih lama, sehingga kepentingan jangka panjang dari shareholders
dan stakeholder dijamin terpenuhi. Sedangkan pembangunan yang diharapkan adalah yang bersifat
berkesinambungan dan berkembang secara mantap dalam kurun waktu jangka panjang
dan hal ini dapat dipenuhi dengan melalui investasi yang berkelanjutan dalam
jangka panjang, baik investasi secara langsung berupa penanaman modal pada perusahaan maupun melalui pasar modal, adapun hal ini sangat membutuhkan kepercayaan pasar, oleh
sebab itu good corporate governance dapat menumbuhkan kepercayaan pasar
secara mantap.
Dalam masa pasca krisis ekonomi sekarang ini, Indonesia berada dalam tahap yang
memprihatinkan sekali yaitu dalam menghadapi permasalahan
pemulihan perekonomian serta ancaman
kelangsungan hidup perusahaanperusahaan publik dan kita belum pernah mengalami krisis yang sedemikian parah sebelumnya sehingga tidak bisa memberikan pilihan
terlalu banyak bagi pelaku bisnis untuk membiarkan keadaan ini terus
berlarut-larut.
Untuk segera bangkit dari keterpurukan ekonomi sekaligus
mempertahankan kelang-sungan hidupnya, para pelaku bisnis harus bisa mengubah
cara mereka dalam menjalankan serta mengelola bisnis mereka dengan lebih baik
dan ditambah lagi dengan adanya era globalisasi dimana pasar akan semakin
kompetitif, oleh sebab itu perlu perubahan yang sangat mendasar dengan
menerapkan good corparate
governance dan mutlak untuk
dilakukan.
Pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang sehat akan menjaga kredibilitas perusahaan di hadapan
para shareholders dan stakeholdersnya. Sedangkan ketika perusahaan mampu secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, maka
secara mantap perusahaan itu akan
menjadi kekuatan yang mampu berkembang di bidang bisnisnya. Good
corporate governance mengandung elemen yang meliputi struktur dan proses yang digunakan untuk mengarahkan
dan mengelola bisnis serta kegiatan perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan
bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Struktur good corporate governance telah
disediakan dan dikeluarkan dalam berbagai bentuk ketentuan seperti peraturan Bapepam, peraturan bursa, ataupun Code of Good Corporate Governance,
tetapi yang harus menjadi perhatian oleh
semua pihak yang terkait adalah aspek prosesnya, karena sebaik apapun
struktur good corporate governance, apabila tidak disertai dengan implementasi yang efektif dan konkrit, maka
segala upaya tersebut akan menjadi sia-sia.
3 komentar:
Penjelasan tentang GCG nya sangat terperinci mas... salut.
salam sukses dan sehat
--------
Paket Umroh dan Haji Khusus
Artikel tentang GCG nya sangat teperinci mas... Terima kasih
salam sehat dan sukses
________________________
Paket Umroh dan Haji Khusus
Penjelasan tentang GCG nya sangat terperinci mas... salut.
salam sukses dan sehat
--------
Paket Umroh dan Haji Khusus
Posting Komentar